Langsung ke konten utama

Back

Sepucuk pesan untukmu
Terimakasih pernah datang, lalu menghilang. 
Terimakasih pernah ada, lalu tiada. 
Terimakasih pernah menghibur, lalu kabur. 
Terimakasih pernah meninggikan harap, lalu menjatuhkan. 
Terimakasih pernah mendekat, lalu menjauh. 
Terimakasih pernah peduli, lalu tak acuh. 

Terimakasih.




Akhirnya, ia mulai terbiasa kembali, tenggelam akan suasana yang telah dirancangnya sedemikian rupa. Terbiasa kembali seperti apa yang pernah ia rasakan dahulu. Rasa yang dulu sempat hilang, akhirnya kembali lagi. Ia seolah tak peduli lagi dengan perasaannya sendiri, tak menghiraukan apa lagi yang terjadi.

Mungkinkah ia telah sampai pada titik lelahnya? Titik akhir perjuangannya, batas akhir kesabarannya. Terlalu sering dikecewakan, mungkin? Bertingkah laku peduli, namun pada akhirnya seolah diabaikan. Hingga akhirnya, ia kembali seperti dahulu, seolah tak peduli dengan apa yang terjadi, terutama dengan perasaannya sendiri...

Ia berbohong akan hatinya sendiri. Mencoba mengingkari bahwa hatinya masih sakit akan luka yang dibuat secara perlahan dan tak terlihat, namun sangat menyakitkan dan mendalam. Ia tak tahu lagi akan berbuat apa, tak mengerti lagi apa yang harus dilakukan. Ia seolah bersaing dengan sesuatu yang maya, yang tak nyata.

Pada akhirnya, ia seolah mulai menyerah, mencoba mengabaikan segalanya, tak peduli, meski sesungguhnya dari hati terdalam ia masih amat peduli dan masih berharap akan sebuah kepastian. Ia memilih untuk menyibukkan diri, menenggelamkan dirinya pada banyak kesibukan. Tenggelam dengan berbagai aktivitasnya. Agar tak ada waktu yang terbuang sia-sia demi memikirkan perasaannya lagi. Kini api yang membara di hatinya seolah telah padam, cahaya yang dulu menjadi penerangannya seolah turut meredup. Seolah bertingkah tak mau lagi peduli dengan individu lain. Terdengar individualisme dan sadis, bukan? Ya. ia memilih seperti itu demi membohongi dirinya sendiri seolah ia terlihat 'baik-baik saja'. Jangankan orang lain, perasaannya sendiri rela ia bohongi. Tak ingin mengakui bahwa sesungguhnya ia masih 'sakit', belum 'pulih sepenuhnya'.

Ia memilih untuk selalu tetap di sana, tidak keluar dari zona nyamannya, memilih untuk tak peduli dengan yang lain dengan alasan agar ia tak merasakan sakit kembali. Di dalam zona nyamannya, ia tak perlu memikirkan orang, tak perlu memperdulikan orang lain. Cukup memikirkan diri sendiri. Tak lebih. Pengecut bukan tak mau keluar dari zona nyaman diri sendiri? Tapi, apa boleh buat, ia sudah dikatakan lebih dari cukup untuk berbuat peduli namun lagi-lagi diabaikan. Bukan hanya untuk seseorang, namun sudah banyak orang.





























Sebenernya post ini udah ada di draf dari Bulan Oktober kemarin, tapi karena ga sempet untuk publish-nya, alhasil baru bisa di Bulan Desember:'
Happy reading!:)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Cerita Hidup: Kedokteran atau STAN

Ah, baru beberapa hari juga aku meninggalkannya.. Aku rindu. Dulu, setiap kembali ke sana, aku merasa sedih. Sekarang? Meninggalkannya ternyata begitu berat jua. Bintaro... Tempatku belajar ilmu kehidupan selama kurang lebih satu tahun.. Politeknik Keuangan Negara STAN, Kampus Ali Wardhana... Kampus kebanggaanku! Ya, aku sangat bersyukur dan bangga karena Allah telah memberikanku kesempatan untuk berkuliah di kampus ini. Kampus impian begitu banyak orang. Kampus dimana yang mengajarkan aku untuk semakin banyak bersyukur atas nikmat-Nya. Miniatur Indonesia? Hm.. bisa jadi. 20 Juli 2018 Tepat hari itu aku mengundurkan diri dari Politeknik Keuangan Negara STAN. Sedih bercampur haru menjadi satu di hari itu. Rasanya berat juga meninggalkan semua yang ada di sana. Teman-teman, dosen, lingkungan kampus, dan semua hal yang ada di sana... Serta semua hal yang bermula di sana... Hari itu, menjadi awal bagiku untuk memulai kembali lembaran baru dari kisah kehid...

SMP Negeri 1 Palembang

Assalamu'alaikum! Post kali ini akan membahas singkat tentang SMP Negeri 1 Palembang yang merupakan SMP tercintaku!!:3  Post di sini juga berdasarkan pengalaman pribadi yaa~ Mari mulai SMP Negeri 1 Palembang aka spensa palembang, merupakan satu-satunya SMP peninggalan zaman Belanda di Kota Palembang. Hal ini terbukti dengan gedung bangunan lama yang bergaya zaman Belanda dengan pintu & jendela yang besar dan panjang. SMP Negeri 1 Palembang berlokasi di Jalan Pangeran Ario Kesuma Abdurohim, Talang Semut, Bukit Kecil, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Dulunya SMP Negeri 1 Palembang merupakan salah satu sekolah RSBI, namun semenjak RSBI dihapuskan SMP Negeri 1 Palembang tetap menjadi sekolah unggulan & favorit di Palembang. Dulu spensa pernah memiliki 2 jenis kelas yaitu, reguler dan bilingual. Namun, semenjak tahun 2010-2011 saat masih ada program RSBI, spensa sepenuhnya menggunakan program bilingual, kelas reguler dihapuskan. Lalu, setelah program RSBI dihapuskan ya be...

2020

Here's a recap of 2020 ... 2020 Pandemi yang mendominasi... 16 Maret 2020... Pertama kali semua kegiatan perkuliahan secara tatap muka dihentikan... Semua kegiatan di luar perkuliahan, Sabtu-Minggu atau hari libur lainnya, turut dihentikan... Maret - Mei masih hangat akan berita lockdown , PSBB, beserta berbagai protokol kesehatan lainnya... Akhir Mei, lebaran datang menghampiri... Juli - Agustus, tertarik akan berbagai isu perkuliahan yang akan segera dimulai atau yang sempat tertunda September - Desember, seolah sudah kembali "normal", " new normal" diiringi dengan berbagai "Adaptasi Kebiasaan Baru"... Terima kasih, 2020 telah... mengajarkan aku untuk semakin menghargai semuanya, mempertemukan aku dengan orang-orang hebat, semakin menyadarkan aku di atas langit masih ada langit, meyakinkan aku bahwa semua orang punya prinsip dan cara bahagianya masing-masing, berhasil membuatku untuk mengikhlaskan, menamparku bahwa untuk selalu belajar dalam segala h...